Rabu, 10 Juni 2009

Hikmah Diciptakannya Bintang


Imam Bukhari dalam shahihnya mengatakan : Imam Qatadah berkata : Allah menciptakan bintang-bintang untuk 3 tujuan; sebagai perhiasan langit, pelempar syaithan, dan sebagai tanda bagi orang untuk mengenali arah, maka barang siapa yang mena'wilkannya selain 3 hal diatas maka ia telah salah

menghilangkan bagiannya dan membebani diri dengan ilmu yang tidak diketahuinya.
Syaikh Islam Ibnu Taimiyah mengatakan : tanjim yaitu mengambil petunjuk dengan keadaan falak atas peristiwa yang terjadi diatas bumi.

HIKMAH DICIPTAKANNYA BINTANG
1. perhiasan untuk langit
"Sesungguhnya kami Telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang, dan kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar syaitan, dan kami sediakan bagi mereka siksa neraka yang menyala-nyala. (QS Al Mulk: 5)
Karena manusia jika melihat langit yang terang (bersih) di malam hari tanpa ada bulan yang menerangi dan tak ada lampu yang menyinari, maka ia akan melihat bintang dengan keindahan yang begitu besar yang tidak ketahui kecuali oleh Allah Ta'ala, seakan-akan ia berada ditengah hutan yang dihiasi dengan macam-macam logam perak yang mengkilap, ini adalah bintang besar yang bersinar kemerahan, yang ini berwarna kebiruan, dan ini adalah sesuatu yang dapat disaksikan.
Kemudian ada pertanyaan; pada dlahir ayat diatas disebutkan bahwa bintang itu rapat atau melekat dengan langit, apakah itu benar? Jawabannya: tidak benar jika bintang itu melekat atau rapat dengan langit, karena Allah Ta'ala berfirman:
"Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya. (QS Al Anbiya': 33)
يسبحون yaitu: beredar di dalam garis edarnya.
Kemudian jika dikatakan : "Kami telah hiasi langit dunia" bukankah ini menunjukkan kerekatan pada langit? Kita katakan : menghiasi sesuatu atas sesuatu yang lain tidaklah harus merekat atau menempel, apakah engkau tidak melihat seorang yang menghias istana dengan lampu-lampu yang besar dan indah, tapi tidak menempel pada dindingnya, maka orang yang melihatnya dari kejauhan, ia melihatnya sebagai hiasan, walaupun pada dasarnya tidak menempel.
الدنيا dari أدنى (muannast) yaitu langit diatas bumi, maksudnya sisa daripada langit-langit yang ada, tidak ada didalamnya lampu-lampu seperti bintang-bintang.

2. pelempar syaithan
yaitu syaithan dari kalangan jin yang mencuri kabar dari langit bukan manusia, karena syaithan manusia tak dapat mencapainya, tapi syaithan jin dapat mencapainya. Allah Ta'ala berfirman akan kemampuan jin;
(QS Shad : 37-38) (QS An Naml : 39) (QS Al Jin : 9)
Meskipun demikian syaithan tak dapat mencapai langit-langit yang lain, karena langit-langit itu terjaga, sebagaimana dalam hadist tentang isra' Rasulullah n:
"padanya terdapat pintu-pintu, tidak dapat masuk kedalamnya kecuali dengan ijinNya"
Dan sebagaimana firmanNya dalam surat Al A'raaf: 40
"Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami dan menyombongkan diri terhadapnya, sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit[1] dan tidak (pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk ke lubang jarum[2]. Demikianlah kami memberi pembalasan kepada orang-orang yang berbuat kejahatan.
[1] artinya: doa dan amal mereka tidak diterima oleh Allah.
[2] artinya: mereka tidak mungkin masuk surga sebagaimana tidak mungkin masuknya unta ke lubang jarum.
Dengan demikian maka tetap bahwa bintang itu khusus dilangit dunia, dan syaithan itu tidak ada kecuali di langit dunia. Dan Allah telah menunjukkan dalam firmanNya yang lain:
"Sesungguhnya kami Telah menghias langit yang terdekat dengan hiasan, yaitu bintang-bintang, Dan Telah memeliharanya (sebenar-benarnya) dari setiap syaitan yang sangat durhaka. (QS As Shaffat: 6-7)
وجعلناها رجوما للشياطين (dan Kami jadikan bintang itu alat-alat pelempar syaithan)
Yaitu meteor atau bintang dari api. (QS An Naml: 7)
"(Ingatlah) ketika Musa Berkata kepada keluarganya: "Sesungguhnya Aku melihat api. Aku kelak akan membawa kepadamu khabar daripadanya, atau Aku membawa kepadamu suluh api supaya kamu dapat berdiang". (QS An Naml: 7)
Syahab itu adalah api. Dan syahab itu dilemparkan kepada syaithan tatkala mencuri pendengaran dari langit. (QS Al Jin: 9) (QS As Shaffat: 10)
Kemudian muncul suatu pertanyaan, jika jin itu diciptakan dari api, maka bagaimana jin itu bisa terbakar dengan api? (QS Ar Rahman: 15)
Jawab:
Imam Fakhrur Razy berkata: api itu sebagian lebih kuat dari sebagian yang lain, maka yang kuat menang daripada yang lemah, sebagaimana dalam ayat yang lain:
السعير (api yang sangat panas) kemudian telah ma'lum bahwa api itu bertingkat-tingkat, sebagian lebih kuat dari sebagian yang lain, dan ini adalah perkara yang dapat diindera, sungguh sebagian alat yang terbuat dari besi dapat dilunakkan dengan alat yang terbuat dari besi juga, besi yang lebih kuat dapat memecahkannya.
3. sebagai tanda penunjuk arah
sebagaimana firman Allah Ta'ala dalam surat An Nahl ayat: 15-16
"Dan dia menancapkan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu tidak goncang bersama kamu, (dan dia menciptakan) sungai-sungai dan jalan-jalan agar kamu mendapat petunjuk, Dan (Dia ciptakan) tanda-tanda (penunjuk jalan). dan dengan bintang-bintang Itulah mereka mendapat petunjuk. (QS An Nahl: 15-16)
Maksudnya : penunjuk arah, yang dipergunakan orang-orang sebagai penunjuk dalam hal itu, sebagaimana Allah Ta'ala berfirman:
"Dan Dialah yang menjadikan bintang-bintang bagimu, agar kamu menjadikannya petunjuk dalam kegelapan di darat dan di laut. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan tanda-tanda kebesaran (kami) kepada orang-orang yang Mengetahui. (QS Al An'am: 97)
Maksudnya supaya kamu mengetahui arah tujuanmu, bukan sebagai penunjuk dalam ilmu ghaib sebagaimana yang diyakini para ahli nujum. Kebatilannya telah diterangkan dan tidak berdasar sama sekali, sebagaima Imam Qatadah v berkata: "barang siapa menafsirkannya selain itu". Maksudnya menyangka dengan selain apa yang disebutkan Allah dalam kitabNya, yaitu tentang 3 hal tersebut, maka orang itu benar-benar salah dimana ia menyangka sesuatu yang Allah Ta'ala tidak menurunkan ilmu tentangnya, dan menyia-nyiakan bagiannya dari segala kebaikan, karena ia sibuk dengan sesuatu yang membahayakan dirinya dan tidak memberi manfaat.
Tatkala kalian tersesat dan bingung dalam perjalanan, maka Allah kmenjadikan bintang sebagai petunjuk jalan, mereka membutuhkan adanya petunjuk untuk maslahat perdagangan dan perjalanan. Diantara bintang itu ada yang tetap dapat dilihat, dan tidak bergeser pada tempatnya, ada pula yang terus beredar, orang yang ahli dalam bidang itu akan tahu peredarannya, dan tahu arah dan waktu. Kemudian ayat diatas dan semisalnya menunjukkan atas masyru'iyah mempelajari ilmu perbintangan dan peredarannya yang dinamakan dengan Ilmu Tasyir.
قد فصلنا الأيات maksudnya kami telah menerangkan dan menjelaskannya, dan kami bedakan setiap jenis dan macamnya dari yang lain, dengan tanda-tanda kebesaran Allah kyang tampak dan jelas.
لقوم يعلمون maksudnya untuk ahli ilmu, karena merekalah khithab yang dituju pada ayat ini, dan dimintai dari mereka jawaban. Berbeda dengan orang bodoh yang menentang ayat-ayat Allah kdan dari ilmu yang telah disampaikan oleh para rasul u,maka sesungguhnya keterangan tidak bermanfaaat bagi mereka, rincian tidak menghilangkan keraguan mereka, dan penjelasan tidak dapat mengungkap (menyelesaikan) masalah mereka.
Hikmah yang ke-tiga ini sekaligus menjadi bantahan kepada penyembah bintang, karena bintang hanya diciptakan sebagai petunjuk di kegelapan darat dan laut.
Dlahir ayat diatas menunjukkan bahwa hikmah diciptakannya bintang adalah sebagai petunjuk saja, tapi disana ada ayat-ayat lain yang menunjukkan akan hikmah diciptakannya bintang. (QS An Nahl : 16) (QS Al Mulk : 5) (QS As shaffat : 6-10) (QS Fusshilat: 12)
Kemudian Allah menyebutkan 2 macam tanda atau alamat yang dapat dijadikan sebagai petunjuk yaitu;
a) أرضية yaitu mencakup seluruh apa yang diciptakan Allah kdiatas bumi, seperti gunung, sungai, jalan, lembah dan sebagainya.
b) أفقية seperti dalam firmanNya (QS An Nahl: 16)
النجم adalah isim jenis yang tidak dikhususkan untuk bintang tertentu, karena setiap kaum memiliki cara tersendiri mengambil petunjuk dari bintang ini, untuk mengetahui arah kiblat, daratan, atau lautan. Yang demikian ini termasuk dari ni'mat Allah kyang telah menundukkan bintang, menjadikannya diatas yang tinggi, hingga setiap orang dapat melihatnya, karena di malam hari kamu tak dapat melihat gunung atau lembah.
"Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir". (QS Al Jatsiyah: 13)

ILMU BINTANG YANG DILARANG
"Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggung jawabannya.
Berkata Al Kilaby : "jangan kamu katakan apa yang tidak kamu ketahui"
Imam Qatadah berkata : "jangan kamu katakan: saya telah mendengar padahal kamu tidak mendengar, saya melihat padahal kamu tidak melihat, saya tahu padahal kamu tidak tahu, maksudnya jangan kamu katakan sesuatu yang tidak kamu ketahui".
"Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. (Al Isra': 36)
Al Waliby berkata –dari Ibnu Abbas- "Allah akan menanyakan pada hambaNya untuk apa mereka menggunakannya (pendengaran, penglihatan dan hati)
"(Dia adalah Tuhan) yang mengetahui yang ghaib, Maka dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu. Kecuali kepada Rasul yang diridhai-Nya, Maka Sesungguhnya dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya.
Yang dimaksud dengan ghaib adalah : apa yang tidak diketahui manusia dari perkara-perkara yang akan datang dan masa lampau dan apa yang tidak bisa mereka lihat. sesungguhnya Allah Ta'ala mengkhususkannya dengan ilmuNya. Allah Ta'ala berfirman :
"Katakanlah : "Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah", dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan.
Maka barang siapa yang mengaku bahwa dia mengetahui ilmu ghaib dengan perantara apa saja kecuali siapa yang dikecualikan oleh Allah dari para RasulNya, maka ia adalah pendusta dan kafir, sama saja dia tahu dengan perantara membaca telapak tangan atau bejana, atau perdukunan dan sihir atau perbintangan, atau selainnya. Hanyasanya mereka menggunakan perantara jin dan syaithan.
Syaikh Islam Ibnu Taimiyah v mengatakan: "para dukun itu mempunyai qarin (teman) dari golongan syaithan, dia mengkabarkan banyak dari perkara ghaib dari apa yang telah dia curi dari langit, mereka mencampur antara yang benar dan dusta, hingga Beliau mengatakan: "termasuk dari mereka yaitu siapa yang mendatangi syaithan dengan makanan, buah-buahan, atau manisan dan selainnya tidak terbatas pada itu saja, dar mereka juga ada yang terbang denga jin ke Makkah atau Baitul Maqdis, atau selain keduanya".
Jika dikatakan; kenapa perkataan ahli nujum itu terkadang benar?
Jawabnya: kebenarannya seperti kebenaran dukun, ia benar dalam satu kalimat dan berbohong dalam seratus kalimat. Kebenarannya bukan berdasarkan ilmu, akan tetapi terkadang bertepatan dengan takdir, dan selanjutnya ia dapat menjadi fitnah (bencana hati) bagi orang yang membenarkannya.
Dari Ibnu Abbas Beliau berkata tentang firman Allah : "Dan dia menancapkan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu tidak goncang bersama kamu, (dan dia menciptakan) sungai-sungai dan jalan-jalan agar kamu mendapat petunjuk, Dan (Dia ciptakan) tanda-tanda (penunjuk jalan). dan dengan bintang-bintang Itulah mereka mendapat petunjuk. (QS An Nahl: 15-16). Firmannya "tanda-tanda (penunjuk jalan)" diathafkan (disambungkan) kepada apa yang lebih dulu disebutkan, yaitu bumi, kemudian melanjutkan firmanNya, "dan dengan bintang-bintang Itulah mereka mendapat petunjuk". Ibnu jarir dan Ibnu Abbas menyebutkannya dengan arti yang sama.
Banyak hadist Nabi yang menyatakan kebatilan ilmu perbintangan, sebagaimana sabdanya :
"Barang siapa mempelajari sebagian dari ilmu nujum, maka ia telah mempelajari sebagian dari sihir. Semakin bertambah ilmu yang ia pelajari, semakin bertambah pula dosanya" (HR Imam Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dari Ibnu Abbas)
Dari Raja' bin Haiwah, bahwasanya Nabi bersabda :
"sesungguhnya yang aku khawatirkan terhadap umatku adalah: percaya kepada nujum, mendustakan takdir, dan kelaliman para imam". (HR Abd bin Hamid)
Dari Abu Mihjan secara marfu' :
"Aku mengkhawatirkan 3 hal pada umatku; kelaliman para imam, percaya kepada nujum dan dusta kepada takdir" (HR Ibnu Asakir, dan dihasankan Imam Suyuthi)
Dari Anas secara marfu':
"Aku mengkhawatirkan 2 hal pada umatku yang hidup setelahku; dusta kepada takdir dan percaya kepada nujum". (HR Abu Ya'la, Ibnu 'Ady damn Al Khatab dalam kitab An Nujum, dan Imam As Suyuthi mengatakan hadist ini Hasan).
Sangat banyak hadist-hadist yang mencela dan melarang ilmu nujum.
Kemudian termasuk kesalahan dalam aqidah adalah keyakinan sebagian orang yang membuka surat kabar untu kmelihat keberuntungannya hari ini : "Bintang Anda (Zodiak)". Ia melihat tanggal lahir dan bintangnya, kemudian ia memperhatikan apa yang ditulis peramal untuknya tentang keberuntungannya hari ini. Semua ini adalah kemusyrikan yang tidk diperbolehkan. Rasulullah bersabda :
"Barang siapa yang mendatangi peramal atau dukun lalu membenarkan mengenai apa yang dikatakannya, maka ia telah kafir dengan apa yang diturunkan kepada Muhammad"
Allah Ta'ala berfirman:
"Katakanlah: "Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah" (An Naml: 65).
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya: Apa hukum orang yang mengaku mengetahui yang ghaib?
Jawaban :
Hukum orang yang mengaku mengetahui ilmu yang ghaib adalah kafir, karena ia mendustakan Allah l Dia berfirman:
“ Katakanlah: “Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib kecuali Allah”, dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan” [An-Naml : 65]
Allah memerintahkan kepada NabiNya Muhammad untuk memberitahukan kepada manusia bahwa tidak ada seorangpun di bumi maupun di langit yang mengetahui ilmu ghaib kecuali Allah. Sesungguhnya orang yang mengaku mengetahui ilmu yang ghaib, maka ia telah mendustakan Allah tentang khabar ini. Kita tanyakan kepada mereka: Bagaimana mungkin kalian mengetahui yang ghaib, sedangkan Nabi saja tidak mengetahui? Apakah kalian lebih mulia daripada Rasul? Jika mereka menjawab: “Kami lebih mulia daripada Rasul, maka mereka telah kafir karena ucapan itu. Jika mereka mengatakan: Bahwa Rasul lebih mulia, maka kami katakan: Kenapa Rasul tidak mengetahui yang ghaib, sedangkan kalian mengetahui? Allah berfirman:
“ (Dia adalah Tuhan) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu. Kecuali kepada rasul yang diridahiNya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan belakangnya” [Al-Jin : 26-27]
Ini adalah ayat kedua yang menunjukkan atas kafirnya orang yang mengetahui ilmu ghaib. Allah telah memerintahkan NabiNya untuk mengabarkan kepada manusia dengan firmanNya :
“Katakanlah : “Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku” [Al-An’am : 50]
Imam Ibnu Jauzy berkata : "yang mengetahui hal ghaib adalah Allah Ta'ala semata, tidak ada sekutu bagiNya dalam kerajaanNya, maka Dia tidak akan memberitahukan hal yang ghaib kepada seorangpun kecuali atas siapa yang diridhoiNya dari utusanNya, dengan sesuatu yang dikehendakiNya. Ayat ini adalah dalil atas siapa yang menyangka bahwa bintang itu dapat menunjukkan hal yang ghaib maka ia telah kafir.
Imam Khattaby mengatakan : "ilmu bintang yang dilarang adalah apa yang diyakini oleh ahli bintang dari ilmu falak dan kejadian yang akan terjadi dimasa yang akan datang, seperti waktu bertiupnya angin, turunnya hujan, perubahan harga dan sejenisnya dari hal-hal yang mereka sangka bahwa kejadian itu dapat diketahui dengan peredaran bintang di orbitnya, berkumpul dan berpisahnya, menyangka bahwa bintang itu dapat mempunyai pengaruh (menentukan) apa yang akan terjadi".
Ilmu bintang dibagi menjadi 2 bagian : 1. Ilmu Ta'tsir 2. Ilmu Tasyir
1. Ilmu Ta'tsir dibagi menjadi 3 macam
a. Meyakini bahwa bintang itulah yang menciptakan peristiwa dan kejahatan, ini termasuk syirik besar, karena barang siapa yang menyangka bahwa ada pencipta lain bersama Allah kmaka ia musyrik dan berbuat syirik besar, karena dia menjadikan makhluk yang ditundukkan menjadi pencipta yang menundukkan.
b. Menjadikannya sebagai sebab dengan mengambil dalil pergerakannya, perpindahan dan perubahannya bahwa akan terjadi hal ini dan itu. Seperti mengatakan: orang ini hidupnya akan sengsara karena ia dilahirkan pada bintang ini, orang ini akan bahagia karena dilahirkan pada bintang ini, maka yang demikian ini, yaitu mempelajari bintang sebagai wasilah untuk mengaku-ngaku tahu akan ilmu ghaib, dan mendakwakan mengetahui akan ilmu ghaib adalah kufur keluar dari millah, serta mendustakan alquran (QS An Naml: 65)
c. Meyakini bintang itu adalah sebab datangnya kebaikan dan keburukan, maksudnya jika terjadi sesuatu ia selalu sandarkan kepada bintang, serta tidak menyandarkan kepadanya kecuali setelah kejadian, ini adalah syirik kecil.
2. Ilmu Tasyir dibagi menjadi 2 macam:
a. mengambil petunjuk dengan peredarannya untuk maslahat diniyah, dan inilah yang diminta, seperti menentukan arah kiblat dengan mengambil petunjuk bintang, maka disini terdapat faedah yang besar.
b. Mengambil petunjuk dari peredaran bintang dalam maslahat duniawi, maka ini tidak apa-apa. Ada 2 macam bagian:
- mengambil petunjuk untuk menentukan arah, seperti mengetahui kutub bumi itu di utara, yang demikian ini diperbolehkan. (QS An Nahl: 16)
- mengambil petunjuk dari bintang untuk mengetahui perpindahan atau pergantian musim, yaitu diketahui dengan peredaran bulan, yang demikian ini dibenci oleh sebagian salaf, dan sebagian lagi memperbolehkannya. Adapun yang membencinya, mereka khawatir jika dikatakan : "jika bintang ini muncul, maka musim hujan atau kemarau telah datang, atau sebagian lagi meyakini bahwa bintang itulah yang menimbulkan rasa dingin, panas, atau bertiupnya angin'. Dan yang shahih adalah tidak dibenci, sebagaimana yang akan datang insya Allah Ta'ala.
Diantara mereka yang membenci mempelajari tentang peredaran bulan adalah Imam Qatadah, begitu juga Sufyan bin Uyainah, tetapi Imam Ahmad dan Ishaq bin Rahawaih رحمهما الله تعالى memperbolehkannya.
Dan yang shahih adalah tidak apa-apa mempelajari tempat perputaran bulan, kecuali jika mempelajarinya untuk menyandarkan padanya turunnya hujan, datangnya musim dingin, dan meyakini bahwa bintang itulah yang menyebabkan itu semua, maka ini termasuk dari macam syirik. Adapun jika sekedar mengetahui waktu, apakah musim semi, kemarau, atau hujan, maka ini tidak apa-apa.
Mengambil petunjuk dari bintang untuk mengetahui arah dalam safar di darat atau laut, maka ini diperbolehkan mempelajarinya, dan termasuk dari ni'mat Allah Ta'ala. (QS Al An'am: 97)
Ibnu Rajab mengatakan : "yang dimaksud mempelajarinya adalah ilmu tasyir bukan ta'tsir, karena sesungguhnya ilmu ta'tsir itu batil, haram sedikit atau banyak, adapun ilmu tasyir, jika dibutuhkan mempelajarinya untuk mngetahui arah kiblat, jalan, maka diperbolehkan menurut jumhur, begitu juga mempelajari tempat berputarnya matahari dan bulan untuk mengetahui arah kiblat, dan waktu-waktu shalat serta pergantian musim. Wallahu a'lam bisshowab
REFERENSI
1. Fathul Majid, syarh kitab at tauhid, Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alu Syaikh, Daar al Fikr
2. Al Qaul Mufid 'ala kitab at tauhid, Syaikh Muhammad bin Sholeh al Utsaimin, Maktabah al Ilmu
3. Adhwaul Bayan, Fie Idhohi al quran bi alquran, Syaikh Muhammad Amin bin Muhammad Mukhtar, dikenal dengan Imam Syanqithi, juz: 2, Dar al Kutub Ilmiyah
4. Qathf al Azhar fi Kasyfi al Asrar, Imam Jalaluddin as Suyuthi, wafat: 911 H, ditahqiq oleh Ahmad bin Muhammad al Hamady, Daulat Qathr
5. Taisir al Karim ar Rahman fi Tafsir Kalam al Manan, Imam Abdurrahman Nashir as Sa'dy 1307-1376 H, juz: 2, Markaz al Fajr
6. Al Irsyad ila Shohih al I'tiqad wa ar raddu 'ala ahli as syirki wa al ilhad, Doktor Shaleh bin Fauzan Abdullah Fauzan, Daar Ibnu jauzy
7. Ithaf al Kabair bi at tahdzib Kitab al Kabair, Imam al Hafidz Syamsuddin adz Dzahaby wafat: 748 H, Daar al Fath
8. Aqidah At Tauhid, Doktor Shaleh bin Fauzan bin Abdullah al Fauzan, Daar al Qasim Li an Nasyr
9. 474 kesalahan umum dalam Aqidah dan Ibadah beserta koreksinya, Wahid Abdus Salam Bali, Darul Haq
10. Majmu Fatawa Arkanil Islam, edisi Indonesia Majmu Fatawa Solusi Problematika Umat Islam Seputar Akidah dan Ibadah, Penulis Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Pustaka Arafah

Oleh: Sahal Wahid

0 komentar:

Posting Komentar