Rabu, 10 Juni 2009

Ghulam Sang Martir


Sesunguhnya dasar utama Islam adalah dua kalimat syahadat. Seseorang sudah dianggap masuk Islam dengan mengikrarkan dua kalimat ini.
Dua kalimat syahadat ini tidak bisa dipisahkan satu dari yang lainnya. Syahadat La Ilaha Illallah tidak sempurna, bahkan tidak syah, tanpa menyatakan syahadat Muhammad Rasulullah

Di antara makna Syahadat Muhammad Rasulullah adalah meyakini dan mengakui dengan benar bahwa Muhammad adalah hamba dan utusannya kepada manusia secara keseluruhan.
Keyakinan dan pengakuan ini menuntut empat perkara:
1. Membenarkan kabar beritanya.
2. Mentaati apa yang diperintahnya.
3. Menjauhi apa yang dilarang dan dan dicelanya.
4. Beribadah kepada Allah dengan apa yang disyariatkannya.
Pembenaran kabar berita beliau saw mencakup pemberitaan tentang perkara-perkara yang telah berlalu, yang sedang terjadi di masa beliau saw dan yang akan terjadi. Semua itu bukan berasal dari diri beliau sendiri, tapi karena pemberitaan dari Allah Ta'ala.
Firman Allah Ta'ala:
"Dan tiadalah yang diucapkannya itu (al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)." (QS. an-Najm, 3-4)
"Yang demikian itu adalah sebagian dari berita-berita ghaib yang kami wahyukan kepada kamu (Ya Muhammad); padahal kamu tidak hadir beserta mereka, ketika mereka melemparkan anak-anak panah mereka (untuk mengundi) siapa di antara mereka yang akan memelihara Maryam. dan kamu tidak hadir di sisi mereka ketika mereka bersengketa." (QS. Ali Imran: 44)
"Itu adalah di antara berita-berita penting tentang yang ghaib yang kami wahyukan kepadamu (Muhammad); tidak pernah kamu mengetahuinya dan tidak (pula) kaummu sebelum ini. Maka bersabarlah; Sesungguhnya kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa." (QS. Huud: 49)
"Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman". (QS. al-A'raf: 188)


Hadits Ghulam
Di antara kabar berita tentang perkara-perkara yang telah berlalu adalah hadits Rasululah saw tentang kisah ghulam (seorang remaja) yang mengorbankan dirinya untuk memperjuangkan dien Allah.
Diriwayatkan oleh sahabat Shuhaib ra, bahwa Rasulullah saw, bersabda: "Dahulu kala, pada umat sebelum kalian, ada seorang raja yang mempunyai seorang ahli sihir. Ketika ahli sihir itu sudah lanjut usia, ia berkata kepada sang raja:
"Sungguh aku telah tua, oleh karena itu kirimkan seorang pemuda kepadaku untuk kuajari ilmu sihir."
Maka sang rajapun mengirimkan seorang ghulam kepadanya yang akan ia ajari ilmu sihir.
Dan ketika di jalan yang dilaluinya menuju tukang sihir, ia bertemu dengan seorang ahli ibadah (rahib). Lalu ghulam itu duduk di dekatnya dan mendengarkan ucapannya yang membuatnya kagum.
Setiap kali mendatangi tukang sihir, ia selalu melewati si rahib itu dan singgah di tempatnya. Ketika ia sampai kepada tukang sihir, tukang sihir itu memukulnya. Maka peristiwa itu diberitahukan kepada sang rahib, lalu rahib itu berkata:
"Jika kamu takut pada tukang sihir, maka katakan: keluargaku menahanku. Dan jika kamu takut pada keluargamu, maka katakan: tukang sihir telah menahanku."
Ketika dalam rutinitasnya itu, di tengah perjalanannya, tiba-tiba ia bertemu dengan seekor binatang yang besar yang menghalangi jalan orang. Maka ia berkata:
"Hari ini, aku akan tahu, apakah tukang sihir yang lebih utama (benar) ataukah sang rahib?."
Kemudian ia mengambil sebuah batu seraya berkata:
"Ya Allah, jika ajaran sang rahib lebih engkau sukai daripada ajaran tukang sihir, maka bunuhlah binatang ini agar orang-orang dapat melanjutkan perjalanan mereka."
Kemudian ia melemparkan batu itu sehingga dapat membunuh binatang tersebut dan orang-orang pun dapat melanjutkan perjalanan mereka.
Selanjutnya, ghulam tadi mendatangi sang rahib dan menceritakan peris-tiwa tersebut. Maka sang rahib berkata padanya: "Wahai anakku sekarang engkau lebih baik dariku. Sebab urusanmu telah sampai pada tarap sang kusaksikan. Dan sungguh engkau kelak akan diuji. Jika engkau diuji, janganlah engkau tunjukkan keberadaanku pada mereka."
Ghulam itu mulai mampu mengobati penyakit buta, kusta dan mampu menyembuhkan segala macam penyakit.
Pada suatu hari, orang kepercayaan sang raja yang buta mendengar berita tersebut. Lalu ia mendatangi pemuda itu dengan membawa hadiah yang banyak. Dia berkata : "Semua yang ada di sini akan menjadi milikmu jika engkau berhasil menyembuhkan penyakitku."
Pemuda itu menjawab:
"Sesungguhnya aku tidak dapat menyembuhkan seorangpun. Sebenarnya yang mampu menyembuhkan hanya Allah Ta'ala. Jika engkau beriman kepada Allah, aku akan berdoa kepada-Nya agar menyembuhkanmu."
Lalu iapun beriman kepada Allah Ta'ala dan Allahpun menyembuhkannya.
Selanjutnya orang itu menghadap sang raja dan duduk sebagaimana biasanya. Lalu sang raja berkata padanya; "Siapa yang mengembalikan (menyembuhkan) penglihatanmu.?"
Dia menjawab : "Rabb-ku."
Apakah engkau mempunyai Rabb selain diriku?" tanya sang raja.
"Rabb-ku dan Rabbb-mu adalah Allah," jawabnya.
Maka sang raja langsung menghukumnya dan terus menyiksanya sehingga orang itu menunjuk sang ghulam tadi.
Kemudian dipanggilah si ghulam, lalu sang raja berkata padanya : "Wahai anakku, sihirmu luar biasa hebatnya, dapat menyembuhkan sakit buta dan kusta, kamu juga telah melakukan ini dan itu."
Maka dia berkata :
"Sesungguhnya aku tidak dapat menyembuhkan seorangpun. Sebenarnya yang mampu menyembuhkan hanya Allah Ta'ala."
Maka pemuda tadi dihukum dan terus disiksa sehingga ia menunjuk keberadaan sang rahib."
Kemudian ditangkaplah sang rahib, lalu sang raja berkata padanya: "Tinggalkan agamamu ini." Namun ia menolak.
Lalu didatangkanlah gergaji, dan diletakkan di atas kepalanya, dan membelahnya sehingga tersungkurlah tubuhnya menjadi dua bagian.
Lalu dibawalah orang kepercaaan raja tadi, dan dikatakan kepadanya; "Tinggalkan agamamu ini." Namun ia menolak.
Lalu diletakkan gergaji di atas kepalanya, dan membelahnya sehingga kedua bagian tubuhnya tersungkur.
Lalu dibawalah ghulam tadi, dan dikatakan padanya; "Tinggalkanlah agamamu ini." Namun ia menolak.
Lalu ia menyerahkan pemuda tadi kepada pasukannya supaya di bawa ke atas gunung dan jika sudah sampai dipuncaknya ia ditawari untuk kembali kepada agamanya semula, jika tidak mau, ia dilemparkan ke bawah."
Kemudian mereka segera membawa si ghulam naik ke atas gunung. Ketika sudah sampai di atas si ghulam berdoa:
"Ya Allah, lindungi diriku dari (kejahatan) mereka sesuai dengan kehendak-Mu."
Maka gunung itu-pun bergoncang sehingga mereka berjatuhan.
Kemudian ghulam dengan berjalan kaki menemui sang raja, lantas sang raja menanyainya : "Apa yang dilakukan pasukan yang membawamu?"
Dia menjawab : "Allah Ta'ala telah menghindarkan diriku dari kejahatan mereka."
Kemudian ghulam diserahkan kepada pasukannya yang lain, ia berpesan agar membawanya ke tengah laut dengan sebuah perahu. Jika dia mau kembali kepada ajarannya semula, maka ia selamat, namun jika tidak mau, dia dilemparkan ke tengah laut.
Lalu mereka berangkat dengan membawanya. Ketika sampai di tengah laut ghulam tadi berdoa:
"Ya Allah, lindungi diriku dari (kejahatan) mereka sesuai dengan kehendak-Mu."
Maka kapal itupun terbalik dan tenggelam.
Setelah itu ghulam datang kepada sang raja dengan berjalan kaki. Dan raja-pun berkata padanya : "Apa yang dilakukan pasukan yang bersamamu?"
Dia menjawab : "Allah Yang Maha Tinggi telah menyelamatkanku dari kejahatan mereka." Lebih lanjut, ghulam berkata kepada sang raja: "Sungguh engkau tidak akan dapat membunuhku hingga kamu mau mengerjakan yang kuperintahkan."
Raja berkata : "Apa itu?."
Ghulam menjawab : "Kamu harus mengumpulkan orang-orang di satu tanah lapang (lapangan), lalu kamu menyalibku di sebuah batang pohon, lalu ambillah anak panah dari tempat anak panahku, lalu letakkan anak panah pada busurnya dan kemudian ucapkan:
"Dengan menyebut nama Allah, Rabb si ghulam." Lalu lepaskanlah anak panah itu ke arahku. Sungguh jika engkau lakukan hal itu, kamu akan dapat membunuhku."
Maka sang raja-pun mengumpulkan orang-orang di suatu tanah lapang. Lalu ia menyalibnya di atas sebatang pohon. Lalu ia mengambil anak panah dari tempat anak panah ghulam. Selanjutnya ia meletakkan anak panah pada busurnya. Kemudian mengucapkan :
"Dengan menyebut nama Allah, Rabb si ghulam."
Dan kemudian melepaskan anak panah itu dan mengenai pelipisnya. Lalu si ghulam meletakkan tangannya di pelipisnya, lalu ia meninggal dunia."
Saat itu orang-orang berkata : "Aamanna bi Rabbil ghulam." Kemudian ada orang datang kepada raja dan berkata kepadanya : "Tahukan engkau apa yang engkau khawatirkan? Demi Allah kekhawatiranmu telah menjadi kenyataan, orang-orang telah beriman."
Kemudian raja itu memerintahkan untuk membuat parit berapi besar pada setiap persimpangan jalan. Dan raja itu berkata :
"Barangsiapa yang tidak kembali kepada agamanya semula, maka lemparkan ke dalam parit itu!." Atau dikatakan ceburkanlah dirimu.
Maka orang-orangpun melakukan hal tersebut sehingga datanglah seorang wanita bersama bayinya. Lalu wanita itu berhenti dan menghindar agar jangan terperosok ke dalamnya. Maka bayi itu berkata kepadanya: "Ya Ummah isbiri fa innaki 'alal haq" (wahai ibu, bersabarlah, sungguh negkau berada di atas kesabaran." (HR. Muslim)

Pelajaran dari hadits di atas:
Banyak sekali pelajaran yang bisa kita ambil dari kisah di atas. Tapi di sini kami akan menyebutkan sebagaian kecilnya saja.
 Permusuhan orang kafir terhadap kaum mukminin dan penyiksaan mereka yang tidak berperikemanusiaan
Kisah di atas merupakan kisah ashabul uhdud yang Allah cantumkan di dalam surat al-Buruj.
"Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit, Yang berapi (dinyalakan dengan) kayu bakar, Ketika mereka duduk di sekitarnya, Sedang mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang yang beriman. Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan Karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji." (al-Buruj: 4-8)
Allah, Dzat Yang menciptakan seluruh makhluk, memberi rizki mereka, dan Yang menetapkan takdir. Dzat yang Maha mengetahui, baik yang nampak maupun yang tersembunyi, yang dzahir maupun yang batin, yang besar maupun yang kecil, yang jauh maupun yang dekat telah mengabarkan kepada kita bahwa orang-orang kafir akan senantiasa memusuhi kita sehingga kita berpindah mengikuti ajaran agama mereka.
Allah berfirman:
"Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah Itulah petunjuk (yang benar)". dan Sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, Maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu." (QS. Al-Baqarah: 120)
"Sebahagian besar ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran." (QS. al-Baqarah: 109)
"Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup." (QS. al-Baqarah: 217)
Orang yang benar kekafirannya pastilah mereka memusuhi kaum muslimin. Dan apabila ada di antara mereka yang tidak memusuhi kaum muslimin berarti kekafiran mereka tidak benar-benar. Sebagaimana kaum muslimin, apabila Iman dan Islam mereka benar, pasti mereka menganggap orang-orang kafir sebagai musuhnya dan sebagai ancaman. Tapi dalam memusuhinya, mereka memiliki aturan-aturan syar'i yang harus dipatuhi. Dan apabila ada kaum muslimin yang menganggap orang-orang kafir sebagai teman, kawan bahkan saudara tanpa ada keyakinan sebagai musuh, maka Iman dan Islam mereka perlu dipertanyakan.
Allah Ta'ala berfirman:
"Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Meraka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya, dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung." (QS. al-Mujadilah: 22)
Cara menanggulangi permusuhan mereka adalah dengan senantiasa menjaga keimanan dan mempersiapkan kekuatan. Supaya mereka merasa gentar dan tidak bisa menuruti kedengkian mereka.
"Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan)." (QS. al-Anfal: 60)

 Keberanian membela dan mengatakan kebenaran
Sabda Rasulullah saw;
"Jihad yang paling utama adalah berkata yang adil (benar) di hadapan pemimpin yang jahat." (HR. at-Tirmidzi dan ibnu Majah)
Abu Dzar ra pernah mendapat tujuh wasiat dari Rasulullah saw; di antaranya:
"Rasulullah menyuruhku untuk mengatakan al-hak (kebenaran) walaupun pahit rasanya * dan supaya aku tidak takut celaan orang yang mencela." (HR. Imam Ahmad)
Sabda Rasulullah saw;
"Ingatlah! janganlah ketakutan pada manusia menghalangi salah seorang kalian mengatakan kebenaran jika ia melihat dan menyaksikannya. Karena mengatakan kebenaran atau memperingatkan perkara yang besar tidak mendekatkan ajal dan tidak menjauhkan rizk." (HR. Ahmad)
Sabda Rasulullah saw,: "Janganlah salah seorang kalian menghinakan dirinya sendiri, yaitu ketika ia melihat salah satu perkara Allah yang ia harus mengatakannya tapi ia tidak mengatakannya. Kelak pada hari kiamat ia akan ditanya; "apa yang menghalangimu untuk mengatakan ini dan itu?" ia menjawab: "takut pada manusia" maka Allah berfirman: "kepadakulah engkau lebih layak takut"." (HR. Ahmad)

 Kejadian luar biasa
Kejadian luar biasa yang dimiliki manusia bisa dibedakan menjadi empat macam;
1. Mu'jizah; yaitu kejadian luar biasa yang dimiliki seorang nabi, sebagai bukti kebenaran kenabiannya dan tidak akan terkalahkan.
2. Karamah; yaitu kejadian luar biasa yang dimiliki oleh wali Allah (orang yang nampak keshalihannya dalam aqidah dan amalnya), tanpa disertai pengakuan sebagai nabi dan juga bukan sebagai permulaan kenabian.
3. Irhas; yaitu kejadian luar biasa yang terjadi pada seseorang sebagai permulaan kenabian (dimiliki calon nabi).
4. Istidraj; kejadian luar biasa yang dimiliki oleh orang yang durhaka kepada Allah, supaya ia bertambah lalai dan dosa sehingga Allah menghancur-kannya sehancur-hancurnya dalam keadaan seperti itu.

Iman kepada mu’jizah dan karamah
Iman terhadap mukjizah para nabi dan karamah para wali Allah adalah bagian dari pokok keimanan yang telah ditunjukkan oleh al-Qur'an dan as-Sunnah. Oleh karenanya, bagi setiap muslim wajib meyakini dan mengimani kebenarannya. Dan mengingkarinya berarti mengingkari nash, realita dan menyelisihi keyakinan para imam dan ulama kaum muslimin.

Siapakah wali Allah?
Wali Allah adalah orang yang beriman dan bertakwa. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata : "Barangsiapa yang beriman dan bertakwa maka dia memiliki derajat wali di sisi Allah." Beliau mendasarkan ucapannya ini dengan firman Allah Ta'ala:
"Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa." (QS. Yunus: 62-63)
Wali Allah tidak diistimewakan dengan baju atau bentuk tertentu seperti cukuran rambut.
Wali Allah tidak maksum dan tidak pula mengetahui ilmu ghaib serta tidak memiliki kemampuan mengurus makhluk dan menjamin rizqi meraka dan tidak pula menyeru manusia untuk menghormati mereka, memberikan harta atau menyerahkan pemberian untuk mereka. Orang yang seperti ini bukan wali Allah tapi wali syetan yang pendusta.
Wali Allah juga tidak diindikasikan dengan tingkat kesaktian dan banyaknya hal-hal aneh yang dimilikinya. Namun dengan iman dan takwa. Karena kejadian luar biasa bisa dimiliki oleh orang shalih dan selain mereka. Seperti dukun, tukang ramal, pesulap dan lainnya.
Kebanyakan orang melihat kebenaran dari kesaktian dan keistimewaan (hal luar biasa) yang dimiliki seseorang. Ini adalah kesimpulan yang salah besar.
Laits bin Sa'ad ra seorang tabi'in, mengatakan : "Jika kalian menyaksikan seseorang bisa berjalan di atas air, jangan terperdaya dengannya sehingga kalian mencocokkannya dengan al-Qur'an dan as-Sunnah."
Ketika ucapan ini sampai ke telingan Imam asy-Syafi'i ra, beliau memberikan komentar, "Bukan hanya itu, semoga Allah merahmati beliau, bahkan seandainya kalian bisa melihat seseorang bisa berjalan di atas bara api atau melayang di udara, janganlah terkecoh olehnya, sehingga kalian cocokkan keadaannya dengan al-Qur'an dan as-Sunnah."
Disebutkan pula bahwa Imam asy-Syafi'i berkata : "Jika kalian melihat seseorang berjalan di atas air dan terbang di udara, tapi dia menyelisihi sunnah, maka ketahuilah kesaktian itu berasal dari syetan."
Jika ada orang yang berikhtiyar luar biasa dan berdoa kepada Allah dengan cara yang diharamkan-Nya, lalu Allah mengabulkannya, hal itu bukan keridlaan-nnya, tapi istidraj (dilulu -jawa-).
Rasulullah saw bersabda :
"Jika kamu melihat bahwa Allah tetap memberikan kenikmatan kepada hamba padahal dia tetap dalam kemaksiatan yang digandrunginya, maka itu adalah istidraj (dilulu –jawa-). Kemudian Rasulullah saw membaca ayat: "Maka tatkala mereka telah melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga ketika mereka telah bergembira dengan kesenangan-kesengan yang diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekoyong-koyong (tiba-tiba), maka ketika itu mereka terdiam dan berputus asa." (QS. al-An'am: 44)." (HR. Ahmad)
Andai saja yang menjadi ukuran wali Allah adalah kesaktiannya, tentu Dajjal layak disebut sebagai wali Allah. Karena ia memiliki kemampuan yang luar biasa sebagaimana yang dijelaskan banyak hadits.
Kalau seandainya kesaktian menjadi ukuran kewalian seseorang, tentunya para dukun dan tukang ramal lebih wali dari pada para sahabat.
Wali Allah Terbagi Menjadi Dua Bagian
Pertama, Sabiqun Muqarrabun (orang yang bersegera dalam ketaatan dan senantiasa mendekatkan diri kepada Allah), yaitu yang bertaqarrub kapada Allah dengan amalan-amalan yang fardlu dan yang sunnah serta meninggalkan yang haram dan yang makruh.
Kedua, Ashabul Yamin Muqtasidun Abrar (kelompok kanan yang pertengahan), yaitu yang bertaqarrub kepada Allah hanya dengan amalan-amalan wajib saja serta meninggalkan yang haram saja serta kurang menjauhi yang makruh dan mubah.
Dasarnya:
1. QS. Al-Waqi'ah: 7-12.
"Dan kamu menjadi tiga golongan; Yaitu Ashabuil Yamin (golongan kanan). Alangkah mulianya golongan kanan. Dan Ashabul Masy-amah (golongan kiri). Alangkah sengsaranya golongan kiri. Dan As-Sabiqun, merekalah yang paling dulu (masuk surga). Merekalah Al-Muqarrabvun (yang didekatkan kepada Allah). Berada dalam surga kenikmatan."
2. QS. Al-Waqi'ah: 88-91.
"Adapun jika dia (orang yang mati) termasuk dari Muqarrabun (orang yang didekatkan kepada Allah), maka ia memperoleh ketentraman dan rizki serta surga kenikmatan. Dan adapun jika dia termasuk Ashabul Yamin (golongan kanan), maka keselamatan bagimu, karena kamu termasuk Ashabul Yamin (golongan kanan)."
3. QS. Al-Fathir: 32.
"Kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang mendzalimi diri mereka sendiri, dan di antara mereka ada yang Muqtashidun (pertengahan), dan di antara mereka ada pula yang Sabiqun bil khairat (lebih dahulu berbuat kebaikan) dengan izin Allah."
4. Hadits qudsi riwayat Al-Bukhari tentang wali Allah.
Rasulullah saw bersabda; sesungguhnya Allah Ta'ala berfirman:
"Barangsiapa yang memusuhi waliku, maka sungguh Aku telah menyata-kan perang terhadapnya. Dan tidaklah hamba-Ku bertaqarrub kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku sukai daripada melaksanakan yang fardlu. Dan hamba-Ku senantiasa bertaqarrub kepada-Ku dengan amalan-amalan sunnah, sehingga aku mencintainya. Jika Aku mencintainya, maka Aku menjadi pendengarannya yang dengannya ia mendengar, penglihatannya yang dengannya ia melihat, tangannya yang dengannya ia memegang dan kakinya yang dengannya ia berjalan. Dan jika ia meminta kepada-Ku niscaya Aku akan memberinya dan jika meminta perlindungan kepada-Ku niscaya Kulindungi."

Wali Allah; pendengaran, penglihatan, berjalan dan memegangnya untuk mencari ridla Allah dan kecintaan-Nya. Hatinya selalu kembali kepada Allah, karena di dalam hatinya terdapat kecintaan dan loyalitras kepada Allah, beribadah kepada dan taat kepada-Nya.
Dia-lah orang yang mendapat hidayah Allah dan Allah memberikan cahaya (nur) pada dadanya.
Allah Ta'ala berfirman:
"Dan apakah orang yang sudah mati (mati hatinya), kemudian Kami hidupkan dia dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu ia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar daripadanya?." (QS. al-An'am: 122)
"Allah adalah (pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpa-maan cahaya Allah seperti misykah (sebuah lubang yang tidak tembus) yang di dalamnya terdapat pelita besar." (QS. an-Nur: 35)
Muhammad bin Ka'b ra berkata : "(Maksudnya) perumpamaan cahaya Allah di hati orang beriman."
"Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui al-Kitab (al-Qur'an) dan iman, tetapi Kami jadikan al-Qur'an itu cahaya, yang dengannya Kami memberi petunjuk kepada siapa yang Kami kehendaki dari hamba-hamba Kami." (QS. Asy-Syura: 52)
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan berimanlah kepada rasul-Nya, niscaya Allah akan memberikan rahmat-Nya kepadamu dua bagian, dan menjadikan untukmu cahaya yang dengannya kamu dapat berjalan dan Dia mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. al-Hadid: 28)
Kalau Allah menjadikan sebagian cahaya-Nya berada di dalam hatinya, maka dengan cahaya itulah ia akan mendengar, melihat, melangkah dan memegang.

Hikmah karamah bagi wali Allah
o Pemulyaan dari Allah untuknya dengan karamah tersebut.
o Sebagai hujah untuk membela dien.
o Untuk kepentingan kaum muslimin, yaitu dengan dikabulkan doanya, seperti mukjizah.
o Tidak untuk kemasyuran dan kerusakan di muka bumi. Dan lain-lain.

Istiqamah lebih utama dibandingkan karamah
Menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah; karamah secara dzatnya tidak memberikan keutamaan sedikitpun pada pemiliknya. Dan barangsiapa diberi sikap istiqamah dalam kesungguhannya beribadah lebih baik daripada diberi karamah."

Abu Ali al-Jurjani ra berkata;
“Jadilah pencari keistiqamahan dan jangan-lah jadi pencari karamah. Maka sesungguhnya jiwamu berusaha mencari karamah sedangkan Tuhanmu menuntut darimu keistiqamahan.” [Syarah Kitab Al-Fiqhul Akbar milik Abu Hanifah, oleh Syaikh Mula Ali Al-Qari Al-Hanafi, hlm: 132]
Berkata Syaikh as-Sahrawandi : "Apa yang disebutkan beliau ini adalah asas yang agung dan besar maknanya, suatu rahasia di mana kebanyakan para ahli suluk (orang yang memiliki keutamaan budi pekerti) dan para pengikutnya tidak mampu mengetahui hakikatnya. Hal itu karena para mujtahid dan ahli ibadah telah mendengar dari orang-orang shalih terdahulu tentang apa yang akan diberikan kepada mereka berupa karamah dan hal-hal luar biasa. Maka jiwa mereka senantiasa ingin mendapatkan hal seperti itu, serta menginginkan diberikan hal serupa." [ Mukjizat dan karamah para wali, Ibnu taimiyyah. Hal: 40]
Terkadang pula, di antara mereka ada yang patah hati dan mencela dirinya karena tidak dapat melakukan amalan yang benar hanya karena tidak disingkapkan perkara yang ghaib atau diberikan hal-hal yang luar biasa.
Terkadang sebagian hamba, Allah berikan hal luar biasa berupa keyakinan yang tak tergoyahkan serta dihilangkan hijab tabir dengan sang Pencipta. Barangsiapa diberi keyakinan yang mantap, telah cukup baginya daripada ditampakkan kejadian-kejadian luar biasa. Sebab tujuan diberikannya kejadian luar biasa hanyalah untuk mendapatkan keyakinan yang sempurna.
Berarti, secara hikmah, seharusnya hal-hal luar biasa itu diberikan kepada orang yang belum diberi keyakinan yang mantap atau orang yang akan diberi keyakinan dengan dinampakkan padanya hal-hal luar biasa.
Maka jalan yang tepat adalah mengajak jiwa untuk bersikap istiqamah, karena ia kunci segala kemulyaan. Kemudian jika terjadi hal luar biasa pada dirinya, hal itu seperti tidak pernah terjadi.
Intinya, yang terpenting bukanlah terjadi keajaiban atau tidak, karena hal itu tidak meningkatkan atau menurunkan derajat seseorang. Tetapi derajat seseorang bisa naik dengan menjaga keistiqamahan dan menurun dengan meninggalkannya.
Writed by : Badrul Tamam
Selesai Dengan Al-Hamdulillah

0 komentar:

Posting Komentar